Tuesday, 22 November 2011
Proses Penemuan Piramida Lalakon, Soreang, Bandung
Piramida Nuswantara : Gunung Lalakon
Kecurigaan awal keberadaan Piramida di negeri ini berawal dari rangkaian Ekspedisi Turangga Seta
memetakan relief di Candi Penataran (Blitar, Jawa Timur) mulai dari tahun 2007 sampai 2009. Pada
beberapa panel relief di Candi Penataran jelas terlihat keberadaan banyak sosok bangsa asing yang
datang ke Nuswantara di masa lalu yang menggambarkan posisi mereka sedang menyembah kepada
leluhur kita.
Pada salah satu panel relief tersebut jelas tergambarkan keberadaan sosok dari bangsa Mesir.
Perhatikan perbandingannya, sebelah kiri adalah gambaran orang Mesir yang ada di relief Candi Penataran,sedangkan gambar sebelah kanan adalah artefak dari mesir
Kecurigaan lain adalah dalam perlambangan Hasta Brata yang ada di Kraton saat ini, yakni : Banyak, Dalang, Galing, Hardawalika, Kacu Mas, Kandil, Kutuk dan Sawung. Benda-benda perlambang Hasta Brata tersebut biasanya dipajang dekat singgasana Raja. Wujud dari salah satu perlambang Hasta Brata yaitu Kacu Mas yang berbentuk Piramida.
Kecurigaan berikutnya setelah Turangga Seta mempelajari Prasasti yang berada di Candi Penataran, di sana tertulis jelas penyebutan nama Magadha. Maka tim Turangga Seta mencari cerita tentang Kerajaan Magadha dari serat pedalangan yang ternyata pernah dipimpin oleh Sang Maha Prabu Watu Gunung.
Dikisahkan bahwa Sang Maha Prabu Watu Gunung pernah menyerbuKahyangan, berhasil menang dan menggantikan Sang Hyang Batara Guru sebagai Ratu Tri Loka Buwana yang mengampu Kahyangan Jong Giri Saloka. Setelah menduduki singgasana Kahyangan Jong Giri Saloka, maka Sang Maha Prabu Watu Gunung mempunyai gelar lain dengan sebutan Sang Guru Hyang yang di tanah Pasundan dikenal dengan nama Sangkuriang.
Sebetulnya, sebelum itu Kerajaan Induk Nuswantara yang dipimpin oleh Sang Maha Prabu Gunung bernama Kerajaan Gilingwesi, atas suatu peristiwa dari sebuah keputusan yang dibuat oleh Sang Hyang Batara Guru tidak menguntungkan atau justru merugikan seluruh penghuni Arcapada (bumi), maka sebagai bentuk protes yang tidak didengarkan, oleh Sang Maha Prabu Watu Gunung beserta para putra-nya, Senopati, Tumenggung dan para punggawa kraton diserbulah Kahyangan Jong Giri Saloka.
Sang Maha Prabu Watu Gunung Setelah berhasil menduduki singgasana Kahyangan Jong Giri Saloka dan bergelar Sang Guru Hyang, maka Sang Maha Prabu Watu Gunung membawa pusaka Cis Jaludara yang berbentuk gada turun ke Arcapada, maka digantilah nama Kerajaan Gilingwesi menjadi Kerajaan Magadha, ma dari bahasa sansekerta yang berarti tempat, magadha= tempat gadha. Para punggawa kraton yang kembali ke
Arcapada karena turun dari kahyangan dianggap juga sebagai para Dewa atau
Hyang yang ngejawantah, maka seantero wilayah tersebut kemudian dikenal juga dengan nama bumi Parahyangan.
Setelah mempelajari cerita tentang Sang Maha Prabu Watu Gunung dengan Sangkuriang, maka timTurangga Seta menemukan kesamaan cerita. Dalam Mitos disebutkan bahwa beliau pernahmenendang kapal sehingga terbalik dan sekarang dikenal masyarakat umum sebagai Gunung Tangkuban Perahu, uniknya di wilayah Bandung juga terdapat namaGunung Batu, yang apabila di-sansekerta-kan karena memakai kaidah MD (Menerangkan-Diterangkan), maka Batu sama artinya dengan Watu, atau Gunung Batu = Watu Gunung.
Setelah memastikan adanya Kerajaan Magadha yang dahulu kala terletak di daerah Bandung, maka mulailah dikumpulkan beberapa data pendukung. Dari beberapa cerita didapatkan petunjuk bahwa “Masyarakat Pasundan oleh para leluhurnya diajarkan agar menjaga Kabuyutan”, lebih menarik lagi bahwa yang dimaksud dengan Kabuyutan adalah Gunung. Berangkat dari sinilah maka tim Turangga Seta langsung mencurigai adanya gunung-gunung palsu atau gunung yang sebenarnya
Labels:
Nuswantara
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment